Minggu, 27 Maret 2011

PERJUANGAN DI RANTAUAN

Oleh : Julhayadi A.P

Program Studi

Pendidikan Ekonomi dan Koperasi


Pagi hari di Bandara Selaparang Lombok tepatnya hari minggu tanggal 28 Juni 2009, segenap keluarga terlarut dalam kesedihan mengiringi keberangkatanku ke Bandung. Ibu dan bibi tidak kuasa menahan air mata. Sebelum cek in mereka memelukku sambil menangis dan semua keluarga ikut bersedih. Tidak lama kemudian cek in pun harus dilakukan. Saat itu pula, saya terakhir bertemu dengan keluarga saya. Dari kejauhan saya melihat mereka sedih melepas kepergianku dan saya juga ikut larut dalam kesedihan.

Akan tetapi pengorbanan yang besar harus saya jalani demi menuntut ilmu, demi masa depan saya dan keluarga. Saya harus ikhlas meninggalkan mereka demi menuntut ilmu ke Bandung, yang Alhamdulillah saya diterima di UPI di Jurusan Pendidikan Ekonomi dan Koperasi lewat jalur PMDK. Pelaksanaan registrasinya mulai tanggal 1 sampai 2 Juli 2009. Jadi sebelum tanggal tersebut saya harus sudah tiba di Bandung. Perjalanan selama dua setengah jam dengan menggunakan pesawat Lion Air Jurusan Mataram-Jakarta Alhamdulillah lancar meskipun sesekali cuaca mengganggu penerbangan kami. Di Bandara Soekarno-Hatta ada keluarga yang sudah menunggu untuk menjemput. Dia sudah lama tinggal di Jakarta. Setelah mondar-mandir di sana, akhirnya kami bertemu juga. Kamipun langsung ke rumahnya untuk istirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandung.

Di perjalanan menuju rumahnya, saya melihat banyak sekali tempat-tempat penting di Jakarta seperti Gedung DPR-MPR, Stadion Gelora Bungkarno, Universitas Tri Sakti, dan banyak tempat yang lainnya. Dulu di Lombok saya hanya bisa melihat dari TV, sekarang ternyata bisa melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri, seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Bagi teman-teman jangan takut bermimpi karena di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Seperti pesan ibu/bapak guru di sekolah “gantunglah cita-cita kalian setinggi langit”. Dan seperti kata orang bijak kalau hidup ini berawal dari mimpi. Mimpi-mimpi itulah yang memotivasi kita untuk berbuat dan bergerak.

Sekitar 45 menit perjalanan mengelilingi Jakarta yang seperti yang diberitakan Jakarta merupakan kota yang macet, kota yang penuh dengan polusi, dan kota yang sangat panas, akhirnya sampai juga di rumah kakak yang terletak di Depok yakni di kompleks perumahan TNI-POLRI. Di sana saya nginap selama dua hari satu malam. Ternyata cuaca di Depok juga sangat panas, lebih panas daripada di Lombok. Meskipun dua hari satu malam tapi cuacanya membuat saya harus banyak-banyak minum air.

Hari selasa siang saya berangkat ke Bandung karena besoknya saya harus registrasi di UPI. Hampir empat jam perjalanan pakai bus MGI dari Depok, akhirnya tiba juga di Terminal Leuwi Panjang Bandung yang semula perjalanan bisa ditempuh sekitar dua setengah jam tapi karena macet semuanya tidak berjalanan sesuai dengan yang dijadwalkan. Sesampai di bandung saya melihat jam di handphone sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Di sana juga ada teman yang akan menjemput yaitu tetangga di kampung yang kuliah di UPI juga. Hampir selama satu jam menunggu membuat saya merasa was-was karena pengalaman pertama ke Bandung.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk ngobrol-ngobrol dengan petugas DLLAJ terminal untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ternyata petugasnya baik-baik mereka sangat ramah dan responsif. Di tengah-tengah pembicaraan dengan petugas handphone saya berdering. Di dalam hati saya berharap kalau yang menelpon adalah teman itu. Dengan cepat saya angkat. Alhamdulillah ternyata benar, sia berbicara pakai bahasa Lombok dan menyuruh untuk menghampiri dia. Sayapun langsung menghampirinya dan berkenalan.

Sama seperti di Bandara Soekarno-Hatta pertemuan kami baru pertama setelah beberapa tahun tidak bertemu. Kami langsung berangkat menuju ke rumah kontrakan teman yang lain untuk istirahat. Sesampainya kami di sana , saya langsung istirahat karena besok pagi saya harus melakukan registrasi di kampus. Suhu yang dingin menambah nyenyaknya tidurku.

Pagi haripun tiba, saya langsung bersiap-siap, mandi, sarapan, dan mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk registrasi. Akan tetapi sebelum mandi saya seperti hidup di Eropa karena suhunya sangat dingin. Rasanya sangat takut untuk membasuh tubuh saya dengan air. “ya wajar karena di lombok cuacanya panas sedangkan di Bandung dingin. Setelah semuanya beres saya dan teman langsung berangkat ke kampus untuk registrasi. Ternyata di sana sudah dipenuhi oleh mahasiswa baru yang akan melakukan registrasi lewat jalur PMDK. Kami yang belakangan datang harus antri untuk bisa masuk ke ruangan registrasi untuk melakukan registrasi serta pemotretan.

Sementara di luar ruangan sudah banyak mahasiswa senior yang akan menjemput adik-adiknya. Di dalam hati, saya merasa khawatir karena harus berhadapan dengan senior. Ternyata kekhawatiran itu salah, mereka semua baik-baik, dan ramah. Kami diterima dengan terbuka dan penuh senyuman. Begitupun dengan mahasiswa dari jurusan yang lain. Kami merasa sangat betah di tengah-tengah mereka.

Hari demi hari terus saya jalani di kota Bandung. Beberapa bulan kemudian akhirnya tiba bulan Ramadhan. Menurut jadwal akademik UPI ospek kampus dilaksanakan di pertengahan bulan Ramadhan selama 3 hari dan perkuliahan dimulai tanggal 1 september 2009. Rasanya agak canggung karena harus beradaptasi dengan suasana baru. Semuanya serba baru, teman, sistem pembelajaran, guru, dan gedung yang baru. Kadang saya malu untuk bergaul dengan mereka karena saya merasa saya dari kampung, sedangkan mereka berasal dari kota yang sudah modern. Tetapi saya mencoba untuk beradaptasi dengan mereka.

Kurang lebih tiga minggu perkuliahan, lebaranpun semakin dekat. Sedangkan teman-teman dari NTB yang sudah lama kuliah di Bandung semuanya sudah pulang kampung. Untuk menghibur diri, saya mencari tempat-tempat yang lebih ramai meskipun keramaiannya tidak seperti biasa, Masjid Daarut Tauhid misalnya. Sambil mengikuti kegiatan keagamaan saya juga dapat mengobati kesepian dan kesendirian. Meskipun hati sedih kerap kali karena harus menjalani bulan ramadhan jauh dari keluarga dan kebersamaan.

Lebaran yang ditunggu-tunggu ahirnya tiba juga. Selesai shalat Idul Fitri di lingkungan Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Handphone saya berdering. Ternyata yang menelpon adalah keluarga di Lombok. Mereka sangat rindu, karena baru pertama kali kami merayakan lebaran secara terpisah. Dari suaranya menandakan bahwa mereka sangat sedih, bahkan nenek lewat telpon sempat menangis. Memang lebaran ini terasa sangat berbeda. Lebaran di kota Bandung saya harus jauh dari keluarga, apalagi saat lebaran, kota Bandung sangat sepi, karena penduduk aslinya sangat sedikit. Memang dalam beberapa hari raanya seperti anak sebatang kara, karena jauh dari keluarga ditambah lagi dengan kesepian yang menyelimuti kota Bandung. Akan tetapi setelah H+3 orang-orang mulai berdatangan dan kesepianpun bisa sedikit terobati. Selang beberapa hari kemudian perkuliahanpun dimulai, kamipun bertemu dengan teman-teman sekampus, sambil saling bermaaf-maafan.

Teman-teman yang baru datang ke bandung saling tukar cerita tentang pengalaman mudiknya di kampung halaman. Sementara saya tidak memiliki cerita yang manis tentang mudik karena tidak pulang kampung. Terkadang saat ditanya tentang lebaran di kampung saya seperti sedih dalam tawa. Saat cerita tentang kemeriahan idul fitri di lombok dalam hati terasa sedih. Hari-hari dijalani dengan penuh suka duka. Terkadang hari-hari diisi dengan canda tawa bersama teman-teman, akan tetapi saat teringat dengan kampung halaman perasaanpun sedih dan ingin pulang kampung.

Perjuangan sangat terasa saat saya kuliah sambil berjualan makanan dan minuman di kampus. Pagi-pagi harus bisa bangun, sambil menyiapkan makanan yang harus dibawa ke kampus. Hampir selama 3 bulan saya melakukan hal seperti itu, tetapi itu membuat saya semakin disiplin. Saya harus bisa membagi waktu antara kuliah dengan waktu jualan. Saya jualan makanan dan minuman seperti tahu isi, tempe, donat, dan air mineral. Alhamdulillah hasilnya bisa saya gunakan untuk biaya makan, dan memenuhi kebutuhan yang lain. Sebagian hasil dari jualan itu sendiri saya usahakan untuk ditabung dan sebagian lagi dipakai untuk biaya kegiata-kegiatan di kampus. Harapannya semoga tabungan saya nanti bisa dipakai untuk ongkos pulang.

Sampai sekarang saya tetap berjualan, tetapi sekarang sudah berinovasi dengan jualan donat. Beralih ke donat karena untung dari jualan donat lebih besar yakni 30 %, sedangkan gorengan sebesar 20 %. Sambil kuliah, keseharian saya terus dipenuhi oleh kegiatan seperti itu, ternyata berjualan juga penuh dengan suka dan duka. Pagi-pagi saya harus berangkat ke agen untuk mengambil donat. Pulang dari agen langsung mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah. Akan tetapi saya tidak boleh menyerah, dan semua ini semata hanya untuk ibadah kepada Allah SWT. Semogasemua ini mendapat keberkahan dari-Nya dan semoga di suatu hari nanti saya bisa memetik hasilnya yaitu sebuah kesuksesan, amiin ya rabbal alamiin.

“Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan” (Qs. : Asy-syarh, 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

APA KOMENTAR ANDA