Oleh : Robi Awaluddin *
“TPE adalah
profesional bergaji besar yang menipu negara-negara dunia berkembang triliunan dollar.
Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, Agensi Amerika Serikat untuk
Pembangunan Internasinao (United States
Agency for International Development, USAID) dan organisasi “bantuana”
dunia lain kedalam rekening perusahaan besar dan saku segelintir keluarga kaya
raya yang menguasai sumber-sumber alam dunia. Alat-alat mereka termasuk laporan
keuangan palsu, pemilu yang dirancang dengan tipu-daya, korupsi, pemerasan dan
pembunuhan. Mereka memainkan permainan setua permainan imperialisme tapi kini
permainan ini lebih dahsyat dan menakutkan pada era globalisasi ini. Saya
memang tahu, saya pernah menjadi Tukang Pukul Ekonomi.
Tapi sekarang
persoalannya adalah mengapa utang negara dengan Bank Dunia, Dana Moneter
Internasional dan lain-lain harus berjumlah besar dan seharusnya tidak mungkin
dibayar? Jawabannya agar lebih mudah negara diperalat untuk tujuan politik dan
ekonomi Amerika, seperti memilih antara mengikuti kehendak amerika di PBB,
dengan menyediakan pangkalan militer bagi amerika atau membolehkan amerika
menguras kekayaan bumi negeri, seperti minyak dan lain-lain. Lagipula pinjaman
itu diberikan dalam dolar amerika yang tidak dijamin oleh emas tapi uang kertas
yang bisa saja dicetak atau angaka-angka yang dimasukkan ke dalam rekening
negaa pengutang. Sebenarnya kalau utang itu tidak dibayar pun amerika tak akan
mengalami kerugian apa-apa bahkan jika tak dibayar itu lebih baik karena dengan
demikian negara pengutang akan terikat dengan kehendak politik dan ekonomi
amerika.
Kemudian
perkins menyebutkan bahwa di indonesia pada awal tahun tujuh puluhan, masa itu
beliau baru dilantik sebagai pakar ekonomi di MAIN, satu perusahaan perunding
akuntansi internasional yang berbasis Amerika dan berhubungan erat dengan
Departemen Keuangan AS, tugas perkins adalah membuat perencanaan ekonomi dan
keuangan jangka-panjang proyek infrastruktur besar guna menyuplai tenaga
listrik ke seluruh pulau jawa. Dia harus membuat prediksi pertumbuhan ekonomi
indonesia selama 20-30 tahun yang akan datang. Prediksi itu dibuat untuk menyakinkan
pihak pemerintah indonesia yang baru akan bangkit dari kekacauan politik bahwa
proyek infrastruktur itu akan membawa keuntungan ekonomi dan negara indonesia
akan mampu membayar pinjaman besar yang akan digunakan membayar proyek itu.
Mungkin sejak itulah ekonomi indonesia terlalu inherent dengan kepentingan asing melalui bank dunia, IMF dan
perusahaan multinasional amerika termasuk penjualan aset-aset negara kepada
pihak asing yang kontroversial demi melunasi utang yang besar. Selanjutnya
dijelaskan juga uang pinjaman itu tidak pernah mengalir ke negara yang
berutang, uang itu hanya mengalir dari Bank Dunia, IMF dan USAID ke perusahaan
multinasional barat yang mengendalikan proyek infrastruk itu, kecuali
perusahaan lokal yang jadi makelar proyek dari pinjaman itu yang biasanya
dimiliki keluarga atau teman para penguasa sipil dan jenderal-jenderal yang
mendapat keuntungan. Rata-rata proyek
jenis ini mengalami kegagalan dalam memakmurkan rakyat, karena dengan
manipulasi angka menghasilkan jumlah utang yang semakin besar dari bunga (riba)
nya sehingga hasil ekspor negara banyak dihabiskan untuk membayar bunganya
saja. Hanya sebagian kecil uang saja yang dibelanjakan untuk memakmurkan rakyat
jelata. Hal yang sama juga berlaku ketika negara berkembang diberi dana
pinjaman, negara tersebut diberikan syarat untuk membeli peralatan produk dari
perusahaan negara pembantu, akhirnya bantuan internasional itu lebih berupa
suatu “subsidi” bagi perusahaan multinasional barat agar mudah meluaskan pasar
mereka ke negaranegara berkembang. Kerena itulah mengapa Malaysia berkata “trade not aid” dan enggan menerima
pinjaman atau bantuan dari bank dunia, IMF atau amerika ketika krisis ekonomi
pada tahun 1997-1999. Perkins juga mengatakan bahwa jumlah TPE saat ini semakin
banyak dan siap membangkrutkan negara-negara berkembang dalam persaingan global
(globalisasi).
Dengan membaca
pemaparan perkins sebagai tukang pukul ekonomi seharusnya membuat kita merenung
lebih dalam, tentang sebutan kaya atau miskin. Jika sebuah negara yang
dikatakan kaya: kekayaan alam, hasil tambang, cuaca yang sejuk-seperti
indonesia, filipina atau venezuela patutkah negara itu dianggap lebih miskin
daripada jepang, hongkong dan inggris yang tidak memiliki kekayaan alam sama
sekali? lalu apa sebenarnya yang memiskinkan dan mengayakan suatu negara? jika
kita membaca buku perkins dengan teliti, yang membuat sebutan negara disebut
negara kaya bukan buminya tapi sistem ekonomin bikinan manusia barat yang
terlalu menguntukan pihak pemodal asing sehingga memaksa rakyat mengemis jadi
budak-upah di kampung halaman sendiri.
Pelajaran
besar yang bisa kita dapatkan dari buku perkins adalah kita tak bisa berharap kepada
konsultan asing untuk memberi nasihat tentang cara mamakmurkan rakyat kita, kia
sendirilah yang harus memikul tanggung jawab intelektual, nasional dan sosial
demi memikirkan sendiri model ekonomi yang benar-benar dapat memakmurkan negara
kita, karena kita lah yang lebih mengenal rumah kita sendiri. Indonesia sendiri
memiiliki banyak ahli ekonomi yang arif dan bijaksana tentang prinsip prinsip
ekonomi termasuk ekonomi syariah yang dapat menyejahterakan masyarakat dan
sepatutnya mereka diberikan ruang untuk menerapkan sistem ekonomi sendiri untuk
kemakmuran masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kebenaran (maqasid shari’ah)
Referensi
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, edisi pertama (San
Francisco: Berret-Koehler 2004, xxi +250 hlm)
Adi Setia, Pelajaran dari seorang Tukang Pukul Ekonomi. Jurnal ISLAMIA.
Tahun III no.1
*(Mahasiswa Program Sudi Pendidikan Ekonomi, Majelis
Pertimbangan Organisasi UKM Penelitian LEPPIM UPI dan UKM Kepenulisan Islam
Al-Qolam UPI, Founder Indonesia Youth Moslem Scientist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
APA KOMENTAR ANDA