Rabu, 10 Oktober 2012

Awas ada Tukang Pukul Ekonomi!


Oleh : Robi Awaluddin *

  
Kita mengenal hit man adalah sebuah istilah yang memiliki arti tukang pukul, yang bertugas menganiaya seseorang apabila tidak memenuhi peritah si bos tukang pukul tersebut, tukang pukul itu bisa berupa preman, gengster atau yakuza. Namun lain halnya dengan Economic Hit Man atau Tukang Pukul Ekonomi, dia bukanlah preman tapi adalah orang yang berpendidikan tinggi dengan ijazah dari universitas, dia memukul bukan dengan tangan, besi atau menembak dengan pistolnya tapi dengan ilmu, kerangka, teori/model dan gagasan ekonominya. Dia memukul dengan fakta-fakta perancangan ekonomi makro (macroeconomic statistic/econometrics) yang sengaja diputarbalikkan dengan sangat halus agar pemimpin-pemimpin negara dunia ketiga terperdaya mengambil utang besar yang tak mungkin terbayarkan, berikut ini sebagian pengakuan John Perkins:
“TPE adalah profesional bergaji besar yang menipu negara-negara dunia berkembang triliunan dollar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, Agensi Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasinao (United States Agency for International Development, USAID) dan organisasi “bantuana” dunia lain kedalam rekening perusahaan besar dan saku segelintir keluarga kaya raya yang menguasai sumber-sumber alam dunia. Alat-alat mereka termasuk laporan keuangan palsu, pemilu yang dirancang dengan tipu-daya, korupsi, pemerasan dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan setua permainan imperialisme tapi kini permainan ini lebih dahsyat dan menakutkan pada era globalisasi ini. Saya memang tahu, saya pernah menjadi Tukang Pukul Ekonomi.
Tapi sekarang persoalannya adalah mengapa utang negara dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional dan lain-lain harus berjumlah besar dan seharusnya tidak mungkin dibayar? Jawabannya agar lebih mudah negara diperalat untuk tujuan politik dan ekonomi Amerika, seperti memilih antara mengikuti kehendak amerika di PBB, dengan menyediakan pangkalan militer bagi amerika atau membolehkan amerika menguras kekayaan bumi negeri, seperti minyak dan lain-lain. Lagipula pinjaman itu diberikan dalam dolar amerika yang tidak dijamin oleh emas tapi uang kertas yang bisa saja dicetak atau angaka-angka yang dimasukkan ke dalam rekening negaa pengutang. Sebenarnya kalau utang itu tidak dibayar pun amerika tak akan mengalami kerugian apa-apa bahkan jika tak dibayar itu lebih baik karena dengan demikian negara pengutang akan terikat dengan kehendak politik dan ekonomi amerika.
Kemudian perkins menyebutkan bahwa di indonesia pada awal tahun tujuh puluhan, masa itu beliau baru dilantik sebagai pakar ekonomi di MAIN, satu perusahaan perunding akuntansi internasional yang berbasis Amerika dan berhubungan erat dengan Departemen Keuangan AS, tugas perkins adalah membuat perencanaan ekonomi dan keuangan jangka-panjang proyek infrastruktur besar guna menyuplai tenaga listrik ke seluruh pulau jawa. Dia harus membuat prediksi pertumbuhan ekonomi indonesia selama 20-30 tahun yang akan datang. Prediksi itu dibuat untuk menyakinkan pihak pemerintah indonesia yang baru akan bangkit dari kekacauan politik bahwa proyek infrastruktur itu akan membawa keuntungan ekonomi dan negara indonesia akan mampu membayar pinjaman besar yang akan digunakan membayar proyek itu. Mungkin sejak itulah ekonomi indonesia terlalu inherent dengan kepentingan asing melalui bank dunia, IMF dan perusahaan multinasional amerika termasuk penjualan aset-aset negara kepada pihak asing yang kontroversial demi melunasi utang yang besar. Selanjutnya dijelaskan juga uang pinjaman itu tidak pernah mengalir ke negara yang berutang, uang itu hanya mengalir dari Bank Dunia, IMF dan USAID ke perusahaan multinasional barat yang mengendalikan proyek infrastruk itu, kecuali perusahaan lokal yang jadi makelar proyek dari pinjaman itu yang biasanya dimiliki keluarga atau teman para penguasa sipil dan jenderal-jenderal yang mendapat keuntungan.  Rata-rata proyek jenis ini mengalami kegagalan dalam memakmurkan rakyat, karena dengan manipulasi angka menghasilkan jumlah utang yang semakin besar dari bunga (riba) nya sehingga hasil ekspor negara banyak dihabiskan untuk membayar bunganya saja. Hanya sebagian kecil uang saja yang dibelanjakan untuk memakmurkan rakyat jelata. Hal yang sama juga berlaku ketika negara berkembang diberi dana pinjaman, negara tersebut diberikan syarat untuk membeli peralatan produk dari perusahaan negara pembantu, akhirnya bantuan internasional itu lebih berupa suatu “subsidi” bagi perusahaan multinasional barat agar mudah meluaskan pasar mereka ke negaranegara berkembang. Kerena itulah mengapa Malaysia berkata “trade not aid” dan enggan menerima pinjaman atau bantuan dari bank dunia, IMF atau amerika ketika krisis ekonomi pada tahun 1997-1999. Perkins juga mengatakan bahwa jumlah TPE saat ini semakin banyak dan siap membangkrutkan negara-negara berkembang dalam persaingan global (globalisasi).
Dengan membaca pemaparan perkins sebagai tukang pukul ekonomi seharusnya membuat kita merenung lebih dalam, tentang sebutan kaya atau miskin. Jika sebuah negara yang dikatakan kaya: kekayaan alam, hasil tambang, cuaca yang sejuk-seperti indonesia, filipina atau venezuela patutkah negara itu dianggap lebih miskin daripada jepang, hongkong dan inggris yang tidak memiliki kekayaan alam sama sekali? lalu apa sebenarnya yang memiskinkan dan mengayakan suatu negara? jika kita membaca buku perkins dengan teliti, yang membuat sebutan negara disebut negara kaya bukan buminya tapi sistem ekonomin bikinan manusia barat yang terlalu menguntukan pihak pemodal asing sehingga memaksa rakyat mengemis jadi budak-upah di kampung halaman sendiri.
Pelajaran besar yang bisa kita dapatkan dari buku perkins adalah kita tak bisa berharap kepada konsultan asing untuk memberi nasihat tentang cara mamakmurkan rakyat kita, kia sendirilah yang harus memikul tanggung jawab intelektual, nasional dan sosial demi memikirkan sendiri model ekonomi yang benar-benar dapat memakmurkan negara kita, karena kita lah yang lebih mengenal rumah kita sendiri. Indonesia sendiri memiiliki banyak ahli ekonomi yang arif dan bijaksana tentang prinsip prinsip ekonomi termasuk ekonomi syariah yang dapat menyejahterakan masyarakat dan sepatutnya mereka diberikan ruang untuk menerapkan sistem ekonomi sendiri untuk kemakmuran masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kebenaran (maqasid shari’ah)

Referensi
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, edisi pertama (San Francisco: Berret-Koehler 2004, xxi +250 hlm)
Adi Setia, Pelajaran dari seorang Tukang Pukul Ekonomi. Jurnal ISLAMIA. Tahun III no.1



*(Mahasiswa Program Sudi Pendidikan Ekonomi, Majelis Pertimbangan Organisasi UKM Penelitian LEPPIM UPI dan UKM Kepenulisan Islam Al-Qolam UPI, Founder Indonesia Youth Moslem Scientist)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

APA KOMENTAR ANDA